Sabtu, 11 Januari 2014

Don't look the book from cover


Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Waktu berjalan begitu cepat dan tak terasa sudah hampir 3 tahun saya lewati di sekolah ini, di SMA Negeri 2 Palangkaraya, sebuah sekolah di kota tengah hutan, seperti kata guru saya Pak Rudy Hilkya. Banyak kenangan yang telah saya lalui termasuk kenangan saat diajar oleh Pak Rudy Hilkya.
Pak Rudy Hilkya adalah salah satu guru Fisika di SMA Negeri 2 Palangkaraya. Beliau mengajar saya atau lebih tepatnya kelas saya dari kelas XI–sekarang (XII). Tak hanya mengajar, beliau juga mendidik. Banyak pelajaran dan motivasi yang saya dapat dari beliau. Disela-sela waktu mengajarnya, beliau tak lupa dan tak henti-hentinya memberi kami wejangan, motivasi, pola pikir baru, dan pelajaran akan makna hidup yang sebenarnya.
Hidup adalah sebuah anugerah yang harus disyukuri. Hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada kita di dunia ini memiliki maksud dan tujuan tertentu. Untuk mengerti maksud dan tujuan tersebut kita harus belajar. Dan itulah yang diajarkan oleh beliau,
Aku belajar untuk memenuhi keinginan Tuhanku yang hendak menjadikan Aku manusia sebagaimana rencana-Nya, menjadi manusia yang sempurna, paripurna, manusia seutuhnya, adil dan beradab, selamat di dunia fana dan akhirat.
(cuplikan DOA SEBELUM BELAJAR)

Saya akui pada awalnya saya takut kepada beliau. Mengapa? Karena saat saya kelas X banyak desas-desus tentang beliau yang saya dengar dari kakak kelas saya. Banyak yang bilang beliau orangnya killer dan selalu memberi tugas yang bejibun banyaknya. Sehingga saat saya kelas X saya sudah takut duluan padahal kenal dan berjumpa pun belum.
Saat masuk ke kelas XI saya sempat kaget sekaligus penasaran karena yang mengajar saya pelajaran Fisika adalah beliau. Saya ingin membuktikan sendiri berita yang saya dengar tentang beliau. Apalagi saat itu ada teman sekelas saya yang dimarahi sampai diam dan seolah-olah ingin menangis padahal dia seorang laki-laki. Memang beliau banyak memberi kami tugas berupa permainan dan teka-teki namun seiring berjalannya waktu saya sadar, yang dilakukan oleh beliau adalah mendidik kami untuk menjadi orang yang tahan banting dan optimisme.
Namun dibalik itu semua, beliau orang yang humoris dan serupa dewa. Mengapa saya berkata demikian? Pernah ada suatu kejadian, teman sekelas saya berselisih paham mengenai pemberian nilai ngamen Seni Budaya kepada adik kelas saya. Teman saya tak setuju nilai yang sudah ia berikan diganti tanpa sepengetahuannya, namun teman saya yang lainnya menganggap itu hal yang sah-sah saja. Rupanya hal itu diketahui oleh beliau padahal teman saya tidak ada mengatakan kejadian itu kepada siapa-siapa hanya orang-orang tertentu saja yang tahu. Beliau pun menasehati kelas kami dan berkata bahwa tidak baik jika teman sekelas berselisih paham dan kita harus saling menghormati dan menghargai pendapat orang lain. Setelah pelajaran beliau, kami pun saling meminta maaf satu sama lain. Lewat beliau lah kami dapat rukun kembali.
Menurut saya, beliau patut dijadikan teladan. Teladan dalam mengajar, teladan dalam mendidik. Tak salah jika beliau dinobatkan menjadi guru SMA favorit se-Kalimantan Tengah tahun 2004.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih dan janganlah menilai orang dari luarnya saja tapi cermati dan kenalilah seseorang itu baik-baik sebelum memberikan penilaian. Jangan mengulang kesalahan seperti yang pernah saya lakukan terhadap beliau.

Berikut alamat website beliau:
Blog
Twitter

PERTAMA KALI BERTEMU


Pertama kali bertemu ku selalu ingat dirimu
Meski hanya dalam angan kau selalu terbayang
Enggan ku melupakanmu karena ku mencintaimu
Meski hanya dalam mimpi hiasi tidurku

Hanya dirimu kasih buatku bahagia
Meski kau telah berdua ku kan menanti
Hadirmu selalu membuatku tabah
‘tuk menjalani semua derita
Meski kau telah berdua dan berlalu
Namun ku ‘kan berdoa selamanya untukmu

Senyummu selalu terbayang hiasi hariku
Meski terkadang perih menusuk kalbu
Hanya harap dan doa moga engkau bahagia
Lagu ini tercipta hanya untukmu, sayang


Setiap dengar lagu ini, aku selalu teringat seseorang. Seseorang yang mungkin sudah melupakanku meskipun aku selalu menunggunya dari SMP sampai sekarang. Meskipun aku selalu mencarinya dan berharap suatu saat menemukannya namun secercah harapan tidak juga kutemui.
Terkadang semua terasa sia-sia ketika rasa hampa dan perih mulai merasuk dan memaksaku unuk menyerah. Untuk apa selalu menunggunya? Untuk apa? Kenapa tak cari yang lain? Aku tak tahu. Mungkinkah dia kembali dan menemuiku? Aku pun tak tahu, hanya waktu yang akan menjawab.
Aku cuma berharap dan berdoa semoga dia akan bahagia di sana. Bahagia, walaupun bukan denganku. Kuatkanlah aku, Tuhan.
Aishiteru honey. :)

CERPEN: MALAIKAT HATIKU

MALAIKAT HATIKU
Karya Ross Shield Renti Bellinda

          Sungguh aneh. Setelah sekian lama kita berpisah dan aku selalu mencoba menampismu dari hidupku dan menganggap kamu tak pernah ada tapi ternyata rasa cinta itu masih ada dan selalu ada untukmu. Setiap malam dalam setiap tidurku selalu terlintas wajahmu yang tersenyum lembut dengan kata-kata yang selalu hangat dan ramah yang keluar dari mulutmu kepada semua orang dan setiap nasehatmu yang bijak dan menopang tanpa ada kata menyalahkan.
          Kamu seperti malaikat, malaikat yang diutus Tuhan untuk menjagaku. Menjaga tingkahku dengan setiap nasehatmu yang bijak, menjaga hatiku dengan kata-kata cinta yang kau ucap, menghiburku dengan tingkah dan kata-katamu yang lucu dan menggoda, dan bersamaku ketika semua orang meninggalkanku dan menyudutkanku.
Masih saja teringat dalam memori ini, semua moment yang sering kita lewati berdua. Kamu yang selalu menyambutku setiap pagi di kelas, yang selalu tersenyum kepadaku setiap pagi, dan menelponku setiap malam. Saat aku sendiri di kelas, ada kamu yang selalu ada untuk membuang rasa sepi dan jenuhku. Cerita-cerita lucumu yang kadang tidak nyambung dan terkesan aneh selalu membuatku tertawa. Suarumu yang merdu dan teduh membuatku selalu merindukanmu.
Kamu masih saja sama seperti dulu, 6 tahun yang lalu sebelum kamu pergi meninggalkanku. Disini, seorang diri. Kamu berjanji akan kembali dan aku masih menunggunya sampai sekarang. Tahukah engkau?
Malaikatku, aku sangat merindukanmu. Rindu menyentuh tanganmu yang lembut dan hangat, yang menggenggamku dikala aku jatuh dan tak sanggup berdiri. Malaikatku, kamu memang nakal selalu membuntutiku kemanapun aku pergi saat di sekolah. Mengintipku saat aku sedang memilih buku di perpustakaan. Aku rindu saat kamu melemparkanku surat dan memaksaku untuk membalasnya. Apakah kamu ingat surat yang kau tulis kepadaku,
Aku bagaikan bintang yang paling bersinar dimalam gelap diantara jutaan bintang di langit. Aku bagaikan pelangi yang selalu ada untuk menghapus dukamu.

Dan aku membalasnya,
Kamu memang bintang yang paling bersinar, kamu memang pelangi dan lebih indah dari pelangi di langit. Kamu seperti malaikat, malaikat yang dikirim Tuhan untuk menemaniku danmenjagaku setiap saat dalam suka dan duka.

Saat itu selesai membaca surat itu kamu menoleh kepadaku dan tersenyum manis, sangat manis, yang tak bisa aku lupakan hingga saat ini. Dan kita malah asyik main surat-suratan sampai ditegur guru dan di ejek teman-teman sekelas. Kamu memang nekat, semua sedang fokus belajar kamu malah menggodaku dan selalu melakukan tingkah konyol untuk menarik perhatianku. Dan parahnya aku terjebak pada magnetmu dan tidak bisa melepaskan diri.
Malaikatku jika waktu bisa diulang, aku ingin kembali disaat-saat aku masih memilikimu. Di saat kamu memintaku untuk menemuimu di bawah pohon depan sekolah. Aku ingin mengulang dan memperbaiki semuanya. Harusnya aku datang saat itu tapi aku malu, malu kenapa? Aku tak tahu.
Malaikatku, aku sangat menyayangimu. Tapi rasa sayang itu sangat menyiksaku ketika tiada kau lagi, ketika kau hilang entah kemana. Malaikatku apa kau masih ingat ketika pertama kali kau bilang kepadaku,
“Aku gak tau kenapa, tapi aku menyukaimu. Aku sayang kamu.”
“Aku juga sayang kamu.”
“Iya, janji ya kamu bakal nunggu aku kembali?”
“Iya, aku janji.”
          Bertahun-tahun sudah kulewati sendiri tanpa ada titik terang untuk hubungan kita selama ini. Aku memang munafik. Aku mengingkari hadirmu tapi aku selalu mencari hadirmu. Malaikatku maafkan aku jika mencoba menghapusmu dari benakku, jika aku mencoba mencari penggantimu.
          Hari itu setelah penantian panjang yang kujalani, aku menemukanmu tapi engkau tidak mengenalku. Aku hanya bisa melihatmu dari jauh. Aku tak bisa menjangkau ataupun mendengar suaramu. Keterbatasan ruang dan waktu menghalangiku.
          Malaikatku, aku tahu kamu sudah melupakanku dan menganggapku “mantan” dan rasa sayang itu hanya ada dulu untukku. Aku tahu disana kamu sudah menemukan penggantiku. Mungkin memang benar, aku bukan jalan dan takdirmu.Tapi malaikatku, tahukah engkau aku bahagia melihatmu bahagia walau ada rasa perih dalam hati ini ketika kata-kata cinta itu kau ucapkan juga kepada wanita lain.
          Malaikatku, kamu memang selalu membahagiakanku tapi kini kamu membuatku terluka. Tahukah engkau? Malaikatku. Malaikatku. Ya, kamu memang malaikat apapun yang terjadi. Malaikat yang gagah perkasa namun lembut dan penyayang seperti namamu, Michael. Kamu memang malaikat, malaikat hatiku untuk hari ini dan selamanya.

***
Palangkaraya, 09 Januari 2014

PUI-PUI, PAI-PAI, HITAM


Dulu, saya mempunyai 3 ekor kucing. Bukan kucing ras yang harganya berjuta-juta hanya kucing dari kalangan bawah yaitu kucing kampung. Saya memungut mereka dari tempat sampah.

Ceritanya begini.
Sekitar pukul 20.00 WIB saya pulang dari Gereja Kanaan mengikuti ibadah KPR GKE se-Resort Hilir. Waktu itu langit mendung dan gelap, tidak ada satu bintang pun. Saat saya melintas di tempat pembuangan sampah, saya mendengar suara anak kucing. Saya mencarinya dan menemukan mereka bernaung di bawah tanaman serai dekat tempat sampah. Mereka masih kecil dan begitu lemah. Awalnya saya tak mau mengambilnya karena ibu saya tak suka kucing. Tapi semakin lama saya mendengar meongan mereka saya semakin iba dan tak sanggup jika meninggalkan mereka disana. Bagaimana jika mereka kehujanan dan mati kelaparan? Beribu pertanyaan  selalu terngiang di pikiran saya. Dan akhirnya, saya putuskan untuk mengambil mereka dan membawanya pulang. Saya membungkus mereka dengan jaket yang saya pakai.
 Malam semakin larut dan hujan turun membasahi saya dan kucing baru saya. Memang ini awal pertama saya memelihara kucing setelah sekian lama memelihara anjing dan hamster. Sepanjang jalan saya mengahadapi polemik yang begitu menyiksa, bagaimana kalau mamah marah dan membuang mereka, bagaimana saya merawat mereka, bagaimana saya memberi mereka makan, apa yang harus saya lakukan. Saya bingung dan tak tahu harus apa, namun saya putuskan apa yang sudah saya lakukan sekarang tak akan saya sesali di kemudian hari.
Hujan makin lebat dan saya semakin basah kuyup, namun saya senang karena kucing baru saya tetap hangat dan kering di bungkusan jaket hujan saya. Mereka tertidur pulas, dan saling mendekap satu sama lain sedangkan saya sendiri dalam hujan malam yang semakin deras mengguyur bumi. Perjalanan pulang ke rumah semakin dekat, apa yang harus saya lakukan sekarang? Saya putuskan untuk mencari kotak dan memberi mereka makan. Sesampainya di rumah saya memasukkan mereka ke kotak dan memberinya makan seperti yang saya rencanakan semula. Mereka makan dengan lahap, saling berbagi satu sama lain.
Malam makin larut dan hujan semakin mendera, Palangkaraya, hati dan pikiran saya. Perlahan-lahan sayup-sayup bulir-bulir mimpi menghinggapi dan melarutkan semua kenyataan dan menenggelamkannya di alam bawah sadar sampai sang mentari pagi membawanya kembali.  Pagi yang indah, pagi yang cerah, secerah wajah-wajah kucing baru saya yang masih terlelap di dalam kotak mie instan ditemani kain lusuh.
Memang awalnya ibu saya menentang keinginan saya untuk merawat mereka, tapi saya bersikeras dan tak mau membuang mereka. Sedikit demi sedikit saya mencoba melunakkan hati ibu saya dan perjuangan yang panjang itu berbuah manis, ibu saya akhirnya merestui saya memelihara mereka dengan satu syarat saya harus merawat mereka baik-baik. Bahkan ibu saya kerap menggantikan saya memberi mereka makan jika saya lambat pulang dari sekolah.
Setelah 1 minggu mereka di rumah saya, saya putuskan untuk membuat tempat baru untuk mereka. Sepulang sekolah saya mencari kayu-kayu bekas yang ada di sekolah saya karena saat itu sekolah saya sedang direhap. Setelah saya rasa cukup, saya membawanya pulang dan membuat sebuah kotak yang bisa dibilang sangat sederhana dan tak layak untuk dibilang sebuah kandang. Kandang yang menyerupai kotak dengan kayu-kayu lapuk disisinya. Di dalam kandang tersebut saya letakkan kain untuk alas tempat tidur mereka bertiga. Sekali seminggu saya cuci dan saya ganti. Mereka kucing-kucing yang pintar dan tak pernah membuat masalah. Saya sangat sayang mereka.
Setiap hari saya memberi mereka susu sebelum dan sesudah pulang sekolah, sampai-sampai saya harus bangun lebih pagi dari biasa dan sering terlambat masuk sekolah. Untuk memberi mereka susu saya mengorbankan uang jajan saya karena tak mungkin untuk meminta uang lebih dengan kedua orang tua saya. Sedangkan penghasilan orang tua saya pas-pasan untuk membiayai saya dan 4 saudara saya yang lain. Ini keputusan saya untuk memelihara mereka dan memang setiap keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan apapun yang terjadi.
Hari berganti hari dan bulan berganti bulan, kucing saya semakin besar dan sehat. Mereka begitu manja dan kerap mengelus-elus kaki saya. Apalagi Si Pui-Pui, kucing yang paling besar dan gendut sangat suka menggoda saudara-saudaranya yang lain. Ia mengganggu mereka saat tidur dan menggigit-gigit telinga saudara-saudaranya. Namun tidak dengan Si Hitam, kucing yang paling kecil dia tak suka menggoda yang lain dan kerjanya hanya tidur dan makan. Walaupun begitu saya sayang pada mereka semua.
Si Pui-Pui sangat suka mandi dan tak terlalu takut air, jika saya mandikan dia cuma diam dan memeong-meong. Sedangkan Si Pai-Pai dan Si Hitam, ya ampun mereka sangat sulit dimandikan, selalu mencakar-cakar saya dan selalu mencoba melarikan diri. Mereka memang kucing kampung namun bagi saya mereka sama seperti kucing ras lainnya, sama-sama kucing yang butuh kasih sayang dan menerima majikannya apa adanya. Yang membedakan mereka dengan kucing “mahal-mahal” cuma bulu dan bentuk fisik mereka.
Si Pui-Pui yang sering saya panggil si gendut memiliki mata biru yang indah, sedangkan Si Pai-Pai dan Si Hitam mempunyai mata keabu-abuan. Begitu cemerlang. Indah.
Mereka kucing-kucing yang penurut, saat tiba waktunya untuk tidur pada malam hari mereka akan masuk kotak yang saya buat dan tidur disana. Pada saat siang hari mereka akan tidur di pot bunga depan pintu rumah saya. Untuk masalah BAB, mereka tak pernah BAB di rumah meskipun mamah saya selalu menuduh mereka BAB di rumah jika mereka masuk ke kamar saya dan bermain bersama saya. Mereka tak senakal itu, mereka akan BAB di tanah samping rumah saya dan menguburnya dalam-dalam.
Tak terasa mereka semakin besar dan sering bermain-main di halaman rumah saya, kejar-kejaran, sembunyi-sembunyi, dan saling menerkam di antara pot-pot bunga yang besar dari tubuh mereka. Banyak anak-anak di sekitar rumah saya yang memperhatikan tingkah lucu mereka. Kadang ada yang jahil dan melempar mereka batu. Ya ampun, saat itu saya sangat marah karena bagi saya setiap makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan tidak pantas mendapat perlakuan semena-mena seperti itu. Tuhan memberikan mandat kepada kita, manusia, untuk menjaga, memelihara, dan mengembang-biakkan makhluk ciptaan lainnya (hewan/binatang, tumbuhan) bukan malah menyiksa mereka. Menurut saya jika seseorang memelihara hewan (binatang) dan menyiksa mereka, orang itu tidak memiliki prikemanusiaan dan tidak pantas jika ia ingin memelihara binatang, memperlakukan bintang saja semena-mena dan tak becus bagaimana jika ia meperlakukan manusia? Walau bagaimanapun saya tegaskan tugas kita merawat dan memelihara semua ciptaan Tuhan seperti yang sudah Tuhan mandatkan bukan malah menyiksa.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Kucing saya Si Gendut Pui-Pui hilang untuk yang kedua kalinya. Saya resah dan mencarinya namun tak ketemu-ketemu. Memang dulu Si Pui-Pui dan Si Pai-Pai si kembar belang kuning hilang namun berhasil saya temukan di sebelah rumah tetangga saya, mungkin saking asyiknya main kejar-kejaran sampai lupa mereka jalan pulang. Kasihan saat itu mereka basah kuyup dan kedinginan, saya mengeringkan mereka dan mendekapnya. Mereka cuma diam dan tertidur pulas sama seperti Si Hitam yang selalu tidur di pot bunga dari rotan saya.
Saya sangat sedih Si Pui-Pui hilang, selama seminggu saya selalu mencarinya terus dan terus. Namun mungkin memang sudah takdirnya, saya tak pernah menemukannya lagi, saya cuma berharap orang yang mencurinya dari saya memperlakukannya lebih baik dari apa yang saya lakukan. Si Pai-Pai dan Si Hitam pun sepertinya juga sangat kehilangan setelah kepergian Si gendut Pui-Pui, mereka tak lagi main kejar-kejaran. Saat siang mereka lebih banyak tidur dan tak seceria dulu. Si Pai-Pai sekarang badannya makin menyusut seperti Si Hitam, makanannya tak ia habiskan seperti dulu lagi. Saya bingung, saya harus bagaimana, namun saya berjanji dalam hati saya harus merawat mereka supaya tetap ceria seperti dulu tanpa Si Pui-Pui, nama pemberian adik saya Joan kepada mereka. Pui-Pui suatu saat kembalilah. :’)
Malang, memang malang. Setelah kepergian Si Pui-Pui, Si Pai-Pai dan Si Hitam ikut menghilang. Saya tak habis pikir, tega sekali orang mencuri mereka dari saya. Saya memang bukan orang kaya yang bisa membeli susu dan makanan mahal setiap saat untuk mereka, namun dengan keterbatasan saya, saya mencoba untuk tetap memelihara mereka dengan baik. Sungguh tega dan keterlaluan.
Saya sangat berharap saya bisa menemukan mereka kembali, saya sangat menyayangi mereka dan saya benci pada orang yang sudah mencurinya. Mencuri, bukan mencuri lagi tapi lebih tepatnya merampas. Saya tak menduga, hari itu hari terakhir saya memanjakan mereka. Hari terakhir saya melihat mereka tertidur pulas dalam pot rotan saya. Hari terakhir mereka tidur di samping saya, hari terakhir mereka mengelus kaki dan tangan saya, hari terakhir saya melihat mata mereka yang indah dan bening, hari terakhir mereka menyambut saya pulang dan hari terakhir mereka menyambut saya di depan pintu dengan meongan dan tingkah mereka yang menggemaskan. Mungkin menyedihkan tapi apa mau dikata, nasib memang nasib, tak dapat ditolak, tak dapat dibuang, tak dapat dihindari. Namun saya berharap, siapapun yang menjadi majikan mereka, memperlakukan mereka dengan baik dan tidak menyiksa ataupun memperlakukan mereka semena-mena.  Kucing-kucingku jika suatu saat kalian menemukan jalan pulang, pulanglah kepadaku, kembalilah. Aku sangat merindukan kalian. Sayonara Pui-Pui endut, Pai-Pai manja, dan Hitam tukang tidur. Aku sayang kalian. :)

KEKONYOLAN LIBURAN

Hei teman-teman yang ada diseluruh Indonesia dan dunia, selamat pagi!

Maaf ya saya jarang posting, lagi banyak tugas #alasan, hehe. Hampir lupa, met natal n tahun baru juga ya, moga di tahun yang baru ini pembaharuan iman kita makin teguh, dan segala yang kita cita-citakan dapat terwujud. :)

Oh, iya hampir lupa, gimana liburan kalian? Rame gak? Kalau aku sih biasa-biasa aja dan sangat sangat sangat KONYOL. Biasa-biasa gimana? Kalo biasa-biasa kok konyol? Mau tahu ya? KEPO ihh, hehe. Ngomong-ngomong, saya bicarain apa yah dari tadi, gaje banget kayanya. #plak.

Ya udah, daripada kalian penasaran mending aku ceritain aja ya. :)

Setelah 5 hari selesai pembagian raport tanggal 21 Desember 2013 bertempat di SMA Negeri 2 Palangkaraya, saya pergi ke Pulang Pisau, berlibur di tempat nenek saya Budha (sebelah Jalan Penggilingan, yang banyak pohon mangganya depan rumah, tetangga indu Doni). Saya disana sampai tanggal 3 Januari karena tanggal 6 Januari udah sekolah. Lalu?

Oke, oke, saya lanjutkan.
Selama di sana kerjaan saya cuma makan, tidur, kerja dan nonton. Membosankan bukan? Tidak ada yang menarik. Tapi semuanya berubah semenjak Negara Api menyerang #plak, itu Avatar :D
Lalu konyolnya apa?

Suatu siang yang panas dan terik saat nenek dan bue saya sedang tidur, kira-kira pukul 13.00 WIB, kami diam-diam menghidupkan DVD dan memutar kaset film horror punya Olong (SUPRIADI). SAYA, adik saya (RIBKA/Ribka Teresa Juniasi, ADIT/Jonathan Aditya, JOAN/Joan Marko Antang) dan sepupu saya (DEDE/Firsta Uli Nova, SINTA/Sinta Bajentania Antang, OLIVIA, VIA/Alvia Yohana Antang, EGA/Alvino Barega Antang) serta ADAW dan tak lupa OLONG cuma duduk diam di lantai sambil memegang bantal yang siap-siap digunakan untuk menutup muka saat ada adegan-adegan yang mengerikan #hehe. Film horror demi film horror kami tonton dan film terakhir yang kami tonton sore menjelang malam itu adalah Film Insidius 1.

Saking ketagihannya kami nonton film Insidius, kami rela mengobrak abrik setiap dagangan penjual kaset. Namun sayang, usaha kami berbuah sia-sia. Tak ada kaset Film Insidius 2. Akhirnya kami putuskan untuk membeli kaset FILM THE WOMAN dan 1 nya lagi saya lupa judulnya.
Film The Woman bener-bener film yang sadis, dan horror. Kanibal banget boo. Ngeriii cinnn.

Tak hanya sampai disitu, ekpedisi kami terus berlanjut. Demi mengumpulkan uang untuk membeli bakso dan kaset kami merapikan gudang nenek. Untuk apa? Untuk mencari barang bekas yang akan kami jual. Sempat ada niat buruk untuk menjual cobek-cobek nenek saya, dan membolongi panci dan rinjingnya dengan paku. Namun tidak jadi karena rugiiiii ciinnn dan takut di omelin bue #hehe, cucu yang berbakti. Dan kami hanya menjual botol-botol FANTA, setrika rusak, gelas AQUA, kardus, stang sepeda, AKI, dan terompet #hehe. Lumayan lah dapat duit.

Rencananya uang itu akan kami belanjakan 2 hari lagi pada hari Kamis karena setiap hari Kamis di Pulang Pisau, ada pasar dadakan yang dinamakan Pasar Kamis. Pasar itu buka dari pagi sampai pukul 11.00 WIB. Saya dan sepupu saya yang bernama Dede (Firsta Uli Nova) pagi-pagi itu juga pergi ke pasar mencari kaset film INSIDIUS 2 dengan berbekal uang di kantong cuma Rp10.0000. Setelah bersusah payah mengobok-obok dan menghambur-hambur dagangan orang, kami pun berhasil mendapatkan kaset tersebut. Saking gembiranya kami pulang dan cepat-cepat hidupin DVD dan TV. Semua sepupu dan adik-adik saya yang ada di rumah langsung duduk diam di depan TV sambil memegang bantal dan guling sambil menahan nafas. TE….TE…TE…TE….TE….TENENGGG.
Tiba-tiba kasetnya ceket dan semuanya bilang “YAHHHH, MARAM!!!!!!!”.

Dengan langkah lunglai dan kesal kami kembali ke paman penjual kaset, pengennya sih marah-marah. Masa baru beli udah ceket-ceket gitu, mindahin ke film lain gak bisa. Sesampainya disana kami langsong menyodorkan kaset tersebut dan memasang muka cemberut.
“Kenapa kasetnya, ding?”, tanya pamannya.
“Kasetnya rusak, diputar malah ceket. Gimana tu?”, jawab kami sewot
“Sini.”
Beberapa saat kemudian,
“Ni kasetnya bisa ja, gak ada segala rusak.”
“Tapi tadi ceket mang ai”, jawab kami gak mau ngalah.
“Kasetnya ni hanyar, disini kawa ja. Mun kada kasetnya yang rusak, DVD kam yang rusak”, kata pamannya.
“Ya kah? Lalu gimana?”
“Ambil ja di situ gantinya.”
“Yang itu ada lagi lah?”
“Cari ja situ.”
Kami pun mengobok-obok lagi jualan penjual kaset tersebut dan akhirnya menemukan kaset yang sama seperti yang sudah kami kembalikan tadi.

Sesampainya di rumah, kaset baru tersebut kami putar lagi dan ternyata memang DVD kami yang rusak. Ya ampun, kami 2 malu sekali. Ngembaliin kaset orang yang kami anggap rusak padahal DVD kami yang rusak. Aduh, konyol sekali.

Mungkin bagi Anda yang sedang membaca ini tidaklah terlalu konyol, tapi jika Anda merasakan seperti yang saya rasakan pasti terasa sangat sangaat sangaaat konyol.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan partisipasinya rela datang ke blog saya yang sangat sangat sangat sangat sangat sangat sangat sangat sederhana ini. Terimakasih. Hehe :)